Dilangit yang cerah
Aku menemuimu dalam senyap
Meskipun waktu telah memisahkan jarak
jasad
Namun aku percaya hati kita bersatu
karena suatu alasan
Aku dan kamu sebagai penjelajah waktu
Kamu yang menemuiku sebelum aku
sempat mengenalmu
Ikatan yang tersimpul pada lengan
yang selalu mengingatkan
Aku dan kamu yang selalu saling
mencari
Saat berjalan, berlari, menelusuri
setiap jalan
Dibawah terik matahari, angin, hujan
dan guguran daun
Namamu selalu menjadi sesuatu yang
aku cari
Hati yang berteriak dan hampir
meledak karena keresahan akan ketidaktahuan tentang dirimu
Suara yang selalu tertahan untuk
memanggil-manggil namamu
Hanya dalam ingatan waktu, aku
merasakan kehadiranmu
Aku pernah mengenal suaramu, dan
kurasa aku akan tahu itu dirimu jika bertemu
Kita pernah saling bercakapan bukan?
Lewat tulisan yang kau coret pada telapak tangan dan wajah ?
Kau yang membuat orang lain terpesona
lewat diriku
Akupun begitu
Pada segala takdir yang telah
ditentukan
Aku dan kamu menjadi satu goresan
takdir yang tak terpisahkan
Setengah dirimu, aku mengenalnya dan
aku bisa merasakannya
Aku merasakan bahwa kamu memang pernah menempati suatu tempat
dihatiku
Ya aku merasa, bahwa kau dan aku
pernah bertemu
Entah dimana, dan kapan waktunya
Tapi aku yakin kita akan bertemu
Sedikit lagi
Jadi akan kusimpan pertanyaan ini
baik-baik
Akan kugunakan sebaik mungkin sampai kita
kembali dipertemukan
Untuk pertanyaan yang berjuta kali
kupertanyakan dalam pikiranku
Jadi kumohon, jawablah untuk satu
pertanyaanku ini
Dengarkan baik-baik
…
Siapa
namamu?
Inspired of movie Kimi no na wa
27-11-16
`Hilyah Nafisah
`Hilyah Nafisah
Untuk setiap pribadi yang tertangkap lensa
Terkadang lupa bahwa yang terlihat hanyalah yang kasat
Tidak terpantul dan tak bisa diungkap apa yang tidak terlihat jika hanya sekedar lewat potret gambar kamera
Andai apa yang tak terlihat dapat terungkap
Mungkin kita menjadi pribadi yang berbeda
Berjiwa takut dan senantiasa larut pada setiap sujud tahajud
Atau bermesra pada kalam yang mulia
Dan tak menyiakan tiap detik untuk membahasi bibir dengan dzikir
Untuk jiwa yang terlampau mulia
Bergembiralah saat ini karena mereka hanya bisa melihat apa yang baik pada diri
Andai Allah menyingkap tabir aib,
Mungkin tak ada satupun dari mereka yang mau mendekat bahkan melihat
Mungkin tak akan mau kita memasang muka dan berpose bahagia didepan kamera
Mungkin tak terpikir lagi untuk mencari segala kemewahan dunia
Atau mungkin saat ini, sudah terpikir untuk lenyap seketika dari dunia
Bergembiralah,
Karena saat ini aib masih tertutupi
Bergembiralah,
Karena mereka masih percaya bahwa kita pribadi yang baik
Bergembiralah,
Karena kita masih dipercaya untuk sekedar urusan teman atau rekan
Kemudian bersiaplah,
Karena kelak, Dia akan menyingkap apa-apa yang selama ini tersembunyi
Bukan untuk menakuti atau menjadi sok mulia
Hanya berusaha untuk saling mengingatkan
Semoga Allah senantiasa melindungi setiap diri dari aib yang akan terungkap
Baik didunia maupun diakhirat..
`Hilyah Nafisah
Masa depan
Akan seperti apa bumi menjadi ?
Aku khawatir
Jangan-jangan seluruh manusia berat badannya meningkat bahkan mencapai obesitas
Karena saking mudahnya segala alat, hingga apa yang dipikirkan sudah bisa tersedia hanya dengan hitungan detik
Dibantu banyak tangan-tangan besi
Dan alat pembaca otak yang tidak tertandingi kecanggihannya
Aku khawatir
Jangan-jangan langit semakin tidak cerah karena polusi pindah ke udara
Saking banyaknya mobil yang mengudara di angkasa
Hanya tersisa mobil-mobil lama usang lalu lalang diatas tanah
Masa depan..
Aku penasaran apa yang akan terjadi kelak
Andai punya usia lebih panjang aku ingin merasakannya
Tapi sepertinya tidak perlu,
Aku bosan dengan dunia
Karena secanggih apapun bumi menjadi
Tetap ada batas limit baginya untuk menampung
Pada akhirnya, semua akan berhenti
Menguap seperti abu atau hancur berkeping-keping karena ledakan
`Hilyah Nafisah
Perempuan manis itu bercerita, aku mendengar. Dia saat ini
mengalami kegundahan, tentang datangnya seorang lelaki dan ke-belum sembuhan
hatinya pada sosok yang lalu. Perempuan manis itu menyandarkan kepalanya
padaku, dia berkata “aku belum siap, hatiku juga belum siap”. Aku hanya
tersenyum sambil menggenggam erat tangannya. “kau tahu, kau tak perlu merasa
siap jika memang belum siap, tata saja hati kecilmu itu perlahan, sambil
mengharap yang terbaik dari Tuhan”.
Perempuan manis itu menceritakan panjang lebar tentang sosok
lelaki yang berhasil membuatnya gundah namun tidak goyah. Dibangku taman yang
berteman dengan kesunyian, kami membincangkan banyak hal. Dari banyaknya kisah
yang terlontar, lagi-lagi dia menyebutkan “aku belum siap menikah”, kubilang “tidak
apa-apa”. Lalu dia merasa seperti
dipermainkan, padahal lelaki mana yang mungkin sanggup mempermainkan perempuan
semanis dirinya. Dia hanya bilang “engga suka sama laki-laki yang cuma
mengungkapkan tapi engga member kepastian” kubilang “sama”. Dia bercerita lagi
sambil mengayun-ngayunkan tangan dan kepalanya seolah memperagakan gerakan
orang lain dalam ceritanya.
Kini dia menepuk bahunya sendiri, seolah mengatakan “sini,
gentian senderan dipundakku”. Aku tertawa, diapun juga dan tawanya membuat
wajahnya semakin manis. Kemudian seperti menuruti perintahnya, aku sandarkan
kepalaku pada bahunya. Seketika, seorang lelaki berkacamata lewat didepan kami.
Perempuan itu berkata sambil menyenggol sikutku “hey, dia tipemu tuh”, kubilang
“bisa jadi”. Aku hanya melihat bekas jalan yang dilalui lelaki barusan tanpa
melihat siapa yang bejalan. Seketika perempuan disampingku mendadak berdiri dan
menggoyahkan badanku yang sedang bersandar padanya. Dia mengambil sebuah uang
lembar lima puluh ribu rupiah yang letaknya sedikit jauh melewati kursi yang
sedang kami singgahi. Perempuan itu kemudian berlari dan sedikit meneriaki
seseorang yang tampaknya sudah cukup jauh. Aku hanya memperhatikan tingkah
perempuan manis itu dari kejauhan. Tiba-tiba sosok dikejauhan itu menoleh…… (tbc)
`Hilyah Nafisah
Seperti berada dikasur dengan bantal super empuk dan guling yang mampu didekap dengan hangat
Begitulah rasanya "kenyamanan", ketika sudah menemukan seseorang yang pas untuk disandingkan baik dihati maupun pikiran
Begitulah rasanya "kenyamanan", ketika sudah menemukan seseorang yang pas untuk disandingkan baik dihati maupun pikiran
Aku yang tak menyangka akan menemukanmu secepat ini
Namun inilah yang terjadi
Namun inilah yang terjadi
Kau hadir seperti musim semi
Disaat bunga harum kembali bermekaran
Para kumbang mencari mangsa untuk diserbuki
Buah menguning dari batang pohonnya
Dan daun menghijau menebarluaskan oksigen untuk setiap tenggorokoan manusia
Agar bisa dihirup dengan mudah dan menyegarkan
Disaat bunga harum kembali bermekaran
Para kumbang mencari mangsa untuk diserbuki
Buah menguning dari batang pohonnya
Dan daun menghijau menebarluaskan oksigen untuk setiap tenggorokoan manusia
Agar bisa dihirup dengan mudah dan menyegarkan
Begitulah musim semi
Dan begitulah kira-kira kehadiranmu diartikan
Sederhana, namun menyenangkan
Dan begitulah kira-kira kehadiranmu diartikan
Sederhana, namun menyenangkan
`Hilyah Nafisah
Ini rasanya jatuh cinta ?
Ah aku bisa gila
Seperti mendidih darah menegang nadi
Aku yakin kalau tidak kuat ini bisa mematikan
Atau jangan-jangan ada yang membiusku
Dengan obat yang melebihi dosis hingga jadilah overdosis
Ah aku bisa gila
Seperti mendidih darah menegang nadi
Aku yakin kalau tidak kuat ini bisa mematikan
Atau jangan-jangan ada yang membiusku
Dengan obat yang melebihi dosis hingga jadilah overdosis
Benar kiranya, aku gila
Tak punya lagi nyali untuk berpaling
Terlalu sulit akal menganalisa
Dentumannya mematikan
Tekanannya menyesakkan
Tak punya lagi nyali untuk berpaling
Terlalu sulit akal menganalisa
Dentumannya mematikan
Tekanannya menyesakkan
Semakin dipaksa
Semakin sakit
Semakin sakit
Namun sakit itu suka
Hingga berbuah cinta
Hingga berbuah cinta
"Jatuh cinta pada aksara"
`Hilyah Nafisah
Ketika jarak membuat segalanya menjadi jelas
Bahwa masih adakah bayangku dalam anganmu?
Atau semua itu telah menguap bersama langkah kakimu yang semakin menjauh
Apakah semua ucapmu dahulu sudah kau telan kembali? Atau kau masih menyimpannya rapat seperti dulu kau selalu bilang untuk percaya?
Ada resah dalam balutan kata pisah
Namun ada kenyataan dalam perpisahan
Bahwa mungkin kita memang dipertemukan bukan untuk disatukan
Sekedar sapa, saling kenal kemudian berjalan masing-masing
Mengenalmu sudah cukup menyadarkan bahwa rasa itu memang punya warna
Tapi tidak mengekalkan dan tidak mampu berjalan selalu sesuai akal pikiran
Biarlah, toh akupun masih sanggup berjalan
Karena kau bukan penopang yang aku tidak bisa berdiri tanpanya
Kau hanya lampu merah, yang pernah menjadi tempat perpmberhentian hati sementara
Sementara, sangat sementara..
Bahwa masih adakah bayangku dalam anganmu?
Atau semua itu telah menguap bersama langkah kakimu yang semakin menjauh
Apakah semua ucapmu dahulu sudah kau telan kembali? Atau kau masih menyimpannya rapat seperti dulu kau selalu bilang untuk percaya?
Ada resah dalam balutan kata pisah
Namun ada kenyataan dalam perpisahan
Bahwa mungkin kita memang dipertemukan bukan untuk disatukan
Sekedar sapa, saling kenal kemudian berjalan masing-masing
Mengenalmu sudah cukup menyadarkan bahwa rasa itu memang punya warna
Tapi tidak mengekalkan dan tidak mampu berjalan selalu sesuai akal pikiran
Biarlah, toh akupun masih sanggup berjalan
Karena kau bukan penopang yang aku tidak bisa berdiri tanpanya
Kau hanya lampu merah, yang pernah menjadi tempat perpmberhentian hati sementara
Sementara, sangat sementara..
`Hilyah Nafisah
Laki-laki itu banyak, bukan hanya dia. Tapi kenapa yang ada dalam benak selalu wajahnya. Ketika mencoba melupakan justru hadirnya semakin nyata. Tidak, ini tidak boleh terjadi. Aku kuat, ya harus kuat daripada yang orang itu pikirkan.
Terkadang muncul perasaan khawatir dari hati seorang perempuan ketika merasa bahwa tidak ada seseorang yang mau dengannya. Atau memikirkan siapa kira-kira laki-laki yang sudi bersanding dengan perempuan se-sederhana ini. Atau beda lagi dengan yang sedikit punya kepercayaan diri. Memikirkan siapa lelaki yang pantas untuk bersanding dengannya. Dia haruslah tampan, atau hartawan, atau tak perlu itu semua yang penting dia perhatian.
Bukankah setiap jiwa yang terlahir telah ditetapkan pasangannya? Lalu kenapa tidak disebutkan? Mungkin karena Allah menginginkan kita untuk senantiasa memperbaiki diri. Karena kia tidak pernah tahu siapa yang akan menjadi jodoh kita. Janjinya hanya satu "laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik, begitupun sebaliknya".
Pada setiap hati yang mungkin telah terbagi tanpa menginginkan itu terjadi. Biarkanlah ia tumbuh dan mekar atau mati dengan sendirinya dalam hati sendiri. Jangan sampai itu tersampaikan ketika kamu tahu bahwa itu belum waktu yang tepat. Pikirkan saja bahwa kelak akan ada lelaki baik yang pantas untuk mendapatkan ungkapan hatimu, dan hanya dia satu-satunya. Bukankah seperti omong kosong ketika mengungkapkan namun tidak menjadi kepastian?
Karena jodoh ditangan Tuhan, maka tidak perlu cemas. Kamu dan dirinya sudah memiliki ikatan dilangit. Nama kalian sudah diketahui oleh para malaikat. Dan mereka mungkin tahu kalau kalian saling mendo'akan. Mungkin dia menyebutmu dalam do'anya diam-diam, tapi dia belum mau mengungkapkan. Karena dia juga merasa bahwa kelak akan ada waktu yang tepat untuk kalian berdua. Waktu yang kelak ketika itu terjadi, semua penghuni langit juga ikut mengaminkan.
Percayalah !
`Hilyah Nafisah
Dalam hidup kita selalu dihadapi dengan banyaknya pilihan
Pilihan ingin melakukan ini dan itu dalam satu waktu, tapi itu hanya pikiran bodoh, karena kita tahu itu hal yang mustahil, kecuali kamu menar-benar mempunyai kloningan atas tubuhmu
Dari sekian banyaknya pilihan, tinggallah bagaimana kita mencari pilihan terbaik. Berusaha untuk menanggalkan pilihan atas ego dan keuntungan pribadi, tapi ambillah yang itu akan mengubah arah hidupmu. Jika pilihan itu hanya untuk kesenangan dunia dan kesenangan akhirat, akan dengan mudah terpilih akhirat. Namun kau salah, mengucapkan tidak semudah melakukan. Nyatanya, banyak yang masih lebih memilih dunia ketimbang akhiratnya.
Lalu bagaimana? Yah tinggal berdoa saja, supaya kita masih punya banyak waktu untuk mengepak kebutuhan akhirat. Semoga saja
Pilihan ingin melakukan ini dan itu dalam satu waktu, tapi itu hanya pikiran bodoh, karena kita tahu itu hal yang mustahil, kecuali kamu menar-benar mempunyai kloningan atas tubuhmu
Dari sekian banyaknya pilihan, tinggallah bagaimana kita mencari pilihan terbaik. Berusaha untuk menanggalkan pilihan atas ego dan keuntungan pribadi, tapi ambillah yang itu akan mengubah arah hidupmu. Jika pilihan itu hanya untuk kesenangan dunia dan kesenangan akhirat, akan dengan mudah terpilih akhirat. Namun kau salah, mengucapkan tidak semudah melakukan. Nyatanya, banyak yang masih lebih memilih dunia ketimbang akhiratnya.
Lalu bagaimana? Yah tinggal berdoa saja, supaya kita masih punya banyak waktu untuk mengepak kebutuhan akhirat. Semoga saja
`Hilyah Nafisah
Siang ini aku pergi, bersanding dengan ketidakpastian hati
Ditengah perjalanan aku bertemu denganmu
Yang menyediakan keteduhan saat aku kepanasan
Dalam teduhmu, aku sandarkan lelah dan lepaskan gelisah
Aku tenang...
Depok, 22 Juli 2016
Hilyah Nafisah
Harus jujurkah? Aku mengagumimu Aku mencoba menghindar dan tak mau tahu, tapi tak bisa
Entahlah, seperti langit dan bumi terus mencoba membisikkan setiap kejadian tentangmu. Sejujurnya lagi aku tak ingin mengagumi Karena mengagumi seperti halnya sakit gigi, sakit dan nyeri rasanya Lebih jauh dari itu aku takut Takut jika rasa ini terlalu besar tanpa sadar Bahkan saking takutnya, aku takut jika harus menuliskannya tentang ini Tapi saat ini, entah dorongan apa yang memberitahuku untuk kali ini mencoba merangkainya dalam aksara Takut jika apa yang kupikirkan tak sesuai dengan kenyataan Takut jika ternyata kau menjadi bayangan tak pernah mampu kugapai Takut jika takdirnya, kita dipertemukan bukan untuk disatukan. Maka, meskipun saat ini kubeberkan kisahmu pada rentetan kata Tapi aku masih sekuat mungkin tak peduli tentangmu.
Bagiku kau masih bayang semu. Hanya mentari yang cuma hadir dipagi dan bulan yang muncul dimalam kelam. Karena kelak, aku ingin mempunyai dia yang seperti angin. Baik pagi maupun malam, hadirnya selalu kurasa dan menenangkan
Entahlah, seperti langit dan bumi terus mencoba membisikkan setiap kejadian tentangmu. Sejujurnya lagi aku tak ingin mengagumi Karena mengagumi seperti halnya sakit gigi, sakit dan nyeri rasanya Lebih jauh dari itu aku takut Takut jika rasa ini terlalu besar tanpa sadar Bahkan saking takutnya, aku takut jika harus menuliskannya tentang ini Tapi saat ini, entah dorongan apa yang memberitahuku untuk kali ini mencoba merangkainya dalam aksara Takut jika apa yang kupikirkan tak sesuai dengan kenyataan Takut jika ternyata kau menjadi bayangan tak pernah mampu kugapai Takut jika takdirnya, kita dipertemukan bukan untuk disatukan. Maka, meskipun saat ini kubeberkan kisahmu pada rentetan kata Tapi aku masih sekuat mungkin tak peduli tentangmu.
Bagiku kau masih bayang semu. Hanya mentari yang cuma hadir dipagi dan bulan yang muncul dimalam kelam. Karena kelak, aku ingin mempunyai dia yang seperti angin. Baik pagi maupun malam, hadirnya selalu kurasa dan menenangkan
Depok, 15 Januari 2016
`Hilyah Nafisah
Aku sedang pergi beberapa bulan ini. Mengejar cita-cita yang sempat tertunda. Menjadi seorang pengajar dipulau sebrang, pulau terpencil yang sedikit tenaga pendidik disana.
Aku pamit kepada kedua orang tua. Seperti biasa, hanya salim tangan dan kemudian mengucapkan salam kepada mereka. Tidak ada cipika cipiki atau ritual melepas kepergian yang lainnya.
Hari-hari biasa aku tidak pernah dekat dengan keduanya. Aku mencintai mereka, iya mencintai mereka meski tidak pernah mengatakannya secara langsung seperti "ibu, aku mencintaimu" atau meskipun itu dimomen spesial seperti hari ibu, aku tidak pernah mengatakan "selamat hari ibu", mungkin hanya pernah lewat selembar kertas yang ditulis lewat selembar kertas, itupun karena tugas dari guru disekolah. Dia menyuruh setiap anak membuat surat untuk menyampaikan perasaannya di hari ibu. Disurat itu, sepertinya aku mencurahkan seluruh perasaanku. Semoga pesannya tersampaikan.
Jika anak perempuan lain sering menjadikan ibunya sebagai tempat curhat, tidak denganku. Aku cuek, berbicara tentang keseharianku sekedarnya. Sebatas agar mereka tidak khawatir tentang lingkungan dan pergaulan yang aku lakukan. Bukan tidak mau, tapi aku lebih nyaman seperti itu. Aku bukan tipe yang terlalu terbuka sepertinya.
Ketika kecil aku pernah ditinggal untuk menginap dirumah mbah sendirian. Awalnga berdua dengan kakak laki-lakiku, namun dia pulang lebih dulu. Aku tidak pernah rewel, namun ternyata aku merasakannya. Kehilangan dan kesedihan karena jauh dari orang tua dan saudara. Aku menangis. Aku rindu. Aku tidak mengungkapkannya, hanya saja selalu bilang "tidak betah, mau pulang, sepi di rumah mbah". Mungkin alasan sebenarnya aku tidak betah karena aku rindu ibu. Karena setiap aku menangis diam-diam dirumah mbahku yang kusebut adalah "ibu...ibu". Begitulah aku selalu rindu jika jauh dengannya.
Ibu selalu heran dengan aku yang tidak betah tinggal lama dirumah. Selalu saja punya alasan untuk pergi atau jalan-jalan keluar rumah. Entah kemana saja. Dan kali ini, rindu itu kembali menguap
Dan lagi, aku tidak pernah mengatakannya. Kami bahkan jarang berkomunikasi seperti anak dan ibu lainnya. Hanya sebatas bertanya kabar lewat sms atau whatsapp, benar benar sebatas bertanya kabar.
Dan setiap kali ibu balas, aku selalu membaca pesan yang sama.
"Alhamdulillah ibu baik, bagaimana kabarmu disana? Baik kan? Jangan lupa makan ya!"
Dan setiap kali membaca, aku menangis. Ah ibu, selalu saja mengingatkan untuk makan. Karena nyatanya aku memang suka malas makan
Aku menulis dipesan "Ibu. Aku rindu"
Kemudian 'message cancel'.
Bandung, 3 Agustus 2016
`Hilyah Nafisah
Akhir akhir ini pikiranku kacau, setiap mata kuliah yang kupelajari tidak ada yang menempel dikepala, ah aku benar-benar kacau. Sejak hari itu terjadi, aku tidak bisa konsentrasi dengan setiap aktivitas yang kulakuan. Selalu saja ada lamunan, yang kembali membawaku ke momen itu. Saat dimana kau meminta temanmu yang juga temanku untuk bertanya padaku tentang perasaanku, sekaligus kesiapanku
"Ada yang nanya, kamu lagi suka sama seseorang ngga? Ada yang lagi kamu tunggu kah?"
"Kira-kira untuk sekarang ini kamu siapkah untuk menikah ?"
Pertanyaan yang menjurus yang membuatku berat mengatakannya. Sejujurnya, ada seseorang yang belakangan ini mengganggu pikiranku, entah karena apa namun setiap kali memikirkannya aku merasakan ada debaran lain yang aneh.
Aku khilaf, aku tahu seharusnya tidak begini. Namun aku lemah, pada akhirnya hanya bisa berpasrah diatas sajadah. Dirinya yang pernah sekali kulihat lewat kaca jendela kelas. Bukan aku yang mencarinya, namun dia datang lewat pembicaraan teman-teman sekitar. Aku tahu tentangnya, keluarganya dan mimpi-mimpinya. Bukan langsung darinya, tapi hanya dari ucapan yang lainnya. Dan setiap kali aku mendengar hal tentangmu, aku hanya merasa menjadi lebih dekat, itu saja
Seseorang kemudian hadir, lagi-lagi lewat orang lain. Aku tak bisa berkutik, diam dan seperti ingin menghilang.
Aku malu, khawatir, ragu, takut, gelisah mendengar berita pertanyaanmu. Jika ditanya kesiapan, entahlah. Kurang lebih aku sudah pernah merencanakan juga untuk menikah muda. Aku juga sudah pernah membuat CV yang diminta murabbiku. Itu dipakai untuk latihan saja, namun visiku sepertinya sudah cukup matang ketika aku menuliskannya.
Aku jatuh, dihadapan takdir Tuhan.
Aku malu dan merasa tidak tahu diri karena selama ini menyimpan rasa pada seseorang yang entah bagaimana perasaannya juga padaku. Dan sekarang, ada seseorang yang jelas ingin mengajakku beribadah bersama, tanpa bermain dibelakang Tuhan.
Allah, aku pasrah.
Aku menyerahkan segala skenarionya padaMu
Kemudian esoknya, temanku menanyakan padaku apakah aku tahu siapa orang yang bertanya lewatnya? "Tidak tahu", kataku. Kemudian temanku hanya mengangguk kemudian mengeluarkan handphone kecilnya dan menyodorkannya padaku. Temanku bilang "dia sepupuku". Deg! Sepertinya aku merasakan berhenti bernafas sejenak tadi.
Dilayar segi empat itu terlukis gambar seseorang yang sepertinya aku kenal. Tidak, aku sangat mengenalnya, bukan bertemu secara langsung, namun lewat perkataan banyak orang.
Wajahmu terlihat sedang tersenyum dari samping, kemudian gambar selanjutnya wajahmu bersama temanku dan sepertinya itu foto keluarga besar kalian.
Aku diam, hanya memandang kedua mata temanku. Dan sepertinya ada yang menggenang disudut mataku yang membuat terasa sedikit perih.
Temanku tersenyum
"kau sudah tahu sekarang, jadi bagaimana dengan pertanyaanku ?" Aku diam sambil memegang tangannya
"Kalau kau siap, nanti insyaAllah temanku mau mngajak taaruf lewat murobbiahmu atau kamu mau langsung naik kepelaminan aja? " dia tertawa, meledekku.
Angin berhembus mengibaskan jilbab biru muda yang temanku pakai, aku menatapnya.
Aku mengangguk
Dia merangkulku, mengatakan bahwa dia akan senang menjadi saudara denganku. Dia bilang "semoga semuanya dimudahkan". Aku mengaminkannya dalam hati. Aku masih seperti bermimpi, ah tidak ini bukan mimpi. Kenapa harus mimpi? Setiap manusia sudah memiliki jalan yang Allah rencanakan. Dan aku percaya bahwa ini salah satu dari rencana atau bisa kubilang juga "kejutan" yang sudah Dia rencanakan.
Tapi mungkin tanpa ta'aaruf tidak masalah buatku, karena sejak lama, aku sudah mengenalnya, iya sejak lama, tanpa kau tau.
Kataku dalam hati
"Ada yang nanya, kamu lagi suka sama seseorang ngga? Ada yang lagi kamu tunggu kah?"
"Kira-kira untuk sekarang ini kamu siapkah untuk menikah ?"
Pertanyaan yang menjurus yang membuatku berat mengatakannya. Sejujurnya, ada seseorang yang belakangan ini mengganggu pikiranku, entah karena apa namun setiap kali memikirkannya aku merasakan ada debaran lain yang aneh.
Aku khilaf, aku tahu seharusnya tidak begini. Namun aku lemah, pada akhirnya hanya bisa berpasrah diatas sajadah. Dirinya yang pernah sekali kulihat lewat kaca jendela kelas. Bukan aku yang mencarinya, namun dia datang lewat pembicaraan teman-teman sekitar. Aku tahu tentangnya, keluarganya dan mimpi-mimpinya. Bukan langsung darinya, tapi hanya dari ucapan yang lainnya. Dan setiap kali aku mendengar hal tentangmu, aku hanya merasa menjadi lebih dekat, itu saja
Seseorang kemudian hadir, lagi-lagi lewat orang lain. Aku tak bisa berkutik, diam dan seperti ingin menghilang.
Aku malu, khawatir, ragu, takut, gelisah mendengar berita pertanyaanmu. Jika ditanya kesiapan, entahlah. Kurang lebih aku sudah pernah merencanakan juga untuk menikah muda. Aku juga sudah pernah membuat CV yang diminta murabbiku. Itu dipakai untuk latihan saja, namun visiku sepertinya sudah cukup matang ketika aku menuliskannya.
Aku jatuh, dihadapan takdir Tuhan.
Aku malu dan merasa tidak tahu diri karena selama ini menyimpan rasa pada seseorang yang entah bagaimana perasaannya juga padaku. Dan sekarang, ada seseorang yang jelas ingin mengajakku beribadah bersama, tanpa bermain dibelakang Tuhan.
Allah, aku pasrah.
Aku menyerahkan segala skenarionya padaMu
Kemudian esoknya, temanku menanyakan padaku apakah aku tahu siapa orang yang bertanya lewatnya? "Tidak tahu", kataku. Kemudian temanku hanya mengangguk kemudian mengeluarkan handphone kecilnya dan menyodorkannya padaku. Temanku bilang "dia sepupuku". Deg! Sepertinya aku merasakan berhenti bernafas sejenak tadi.
Dilayar segi empat itu terlukis gambar seseorang yang sepertinya aku kenal. Tidak, aku sangat mengenalnya, bukan bertemu secara langsung, namun lewat perkataan banyak orang.
Wajahmu terlihat sedang tersenyum dari samping, kemudian gambar selanjutnya wajahmu bersama temanku dan sepertinya itu foto keluarga besar kalian.
Aku diam, hanya memandang kedua mata temanku. Dan sepertinya ada yang menggenang disudut mataku yang membuat terasa sedikit perih.
Temanku tersenyum
"kau sudah tahu sekarang, jadi bagaimana dengan pertanyaanku ?" Aku diam sambil memegang tangannya
"Kalau kau siap, nanti insyaAllah temanku mau mngajak taaruf lewat murobbiahmu atau kamu mau langsung naik kepelaminan aja? " dia tertawa, meledekku.
Angin berhembus mengibaskan jilbab biru muda yang temanku pakai, aku menatapnya.
Aku mengangguk
Dia merangkulku, mengatakan bahwa dia akan senang menjadi saudara denganku. Dia bilang "semoga semuanya dimudahkan". Aku mengaminkannya dalam hati. Aku masih seperti bermimpi, ah tidak ini bukan mimpi. Kenapa harus mimpi? Setiap manusia sudah memiliki jalan yang Allah rencanakan. Dan aku percaya bahwa ini salah satu dari rencana atau bisa kubilang juga "kejutan" yang sudah Dia rencanakan.
Tapi mungkin tanpa ta'aaruf tidak masalah buatku, karena sejak lama, aku sudah mengenalnya, iya sejak lama, tanpa kau tau.
Kataku dalam hati
Bandung, 2 Agustus 2016
`Hilyah Nafisah
Angin malam yang lebih tau tentang kesunyian
Disaat mata yang lain terpejam, ada yang diam-diam mengidam rindu
Rindu yang menusuk karena malam yang begitu kelam
Sesaat juga pohon yang bergoyang seakan melambai memberi tanda
"Jangan sedih, karena malam tak pernah membocorkan rahasiamu"
Merindulah sampai kamu lupa cara bertemu
Sehingga lebih mudah melupakan sampai tak lagi sampai mengingatkan
Disaat mata yang lain terpejam, ada yang diam-diam mengidam rindu
Rindu yang menusuk karena malam yang begitu kelam
Sesaat juga pohon yang bergoyang seakan melambai memberi tanda
"Jangan sedih, karena malam tak pernah membocorkan rahasiamu"
Merindulah sampai kamu lupa cara bertemu
Sehingga lebih mudah melupakan sampai tak lagi sampai mengingatkan
`Hilyah Nafisah
Ada banyak pasang jiwa yang rela melepaskannya -dunia
Menyelamatkan hidupnya dengan menghabiskan diri tenggelam dalam kalamNya
Mengharapkan tempat terbaik nantinya
Pertemuan yang paling dinanti
Berusaha merendah
Kemudian menjemput apa yang orang namakan syurga
Menyelamatkan hidupnya dengan menghabiskan diri tenggelam dalam kalamNya
Mengharapkan tempat terbaik nantinya
Pertemuan yang paling dinanti
Berusaha merendah
Kemudian menjemput apa yang orang namakan syurga
`Hilyah Nafisah
Aku yang berbicara pada hati
Tentang bagaimana mengendalikan apa yang disebut perasaan
Seketika namanya hadir, kemudian menghilang
Aku yang berbicara pada hati
Yang pada mulanya terkoyak karena kerinduan, perlahan
terobati dengan pertemuan
Yang degupnya tak beraturan, semakin menjadi setiap kali
bertatapan
Aku yang bicara pada hati
Agar ia tak menghasut otak untuk terus bekerja mengingat
namanya
Agar ia juga tak membuat gemetar tangan dan kaki setiap kali
berpapasan
Dan wajah, agar ia tak berubah merona dan mampu dikontrol
dikala diajak bicara
Aku yang bicara pada hati
Untuk berpura-pura seolah tak mengetahui apa-apa
Untuk tetap diam, dan biarkan rasa itu tertanam dan tumbuh
didalam
Jika kelak waktu yang tepat itu datang
Aku bilang pada hati, agar ia bicara dan juga mengungkapkan
Depok, 9 Juni 2016
`Hilyah Nafisah
`Hilyah Nafisah
Andai angin malam mampu mendengar, mungkin ia telah menjadi pendengar setia malam ini dan menemaniku berada khusyuk dalam renungan kesendirian yang menyepi
Andai purnama bisa bergerak, maka yang kutahu ia akan mendekat dan merangkulku dengan dinginnya namun mungkin akan tetap menghangatkan buatku
Andai bintangpun bisa bicara, aku akan memohon dengan sangat agar ia menyampaikan pada Sang Maha Cinta untuk menyampaikan perasaanku padanya yang sedang berada dia Arsy-Nya yang mulia
Pada Langit yang terdiri dari banyak gugusan bintang
Pada gunung-gunung yang ketinggiannya selalu saja membuatmu menawan
Pada lautan yang samuderanya begitu luas terhampar menambah indah kecantikan alam jagat raya, rumah makhluk bumi manusia
Cinta menelusup dan kembali hadir
Dengan sepersekian kilogram yang beratnya membuat dada terasa sesak dan napas tersenggal
Lebih berat dari biasanya, lebih murni dan lebih suci dari biasanya
Seolah syurga terlihat didepan mata, meskipun satu senti dipelupuk mata juga tampak neraka
Jiwa terhenyak, banyak peristiwa hadir silih berganti menghiasi kehidupan
Penghambaan selalu menjadi kata paling tepat untuk menggambarkan diri yang hina ini
Seperti Muhammad yang sudah mulia namun tetap saja meminta dan berdo’a
Akupun sama, karena kami sama-sama manusia
Namun jauh yang sangat membedakan,
Jika dia mulia, lantas aku apa? Aku hanya bisa bilang
Aku ini hina!
Depok, 19 Juli 2016
`Hilyah Nafisah
`Hilyah Nafisah
Dari setiap gores telapak kaki yang kau pijak
Pernahkah kau sekedar berucap tentang pengorbanan?
Tentang sebuah masa yang fana
Tentang waktu yang terlihat panjang namun nyatanya hanya
sejenjang
Cobalah berjalan sejenak diatas awan
Jika kau tak mampu, cukup berjalan dibawahnya
Sambil terus menatap keawan
Berharap kelak akan sampai pada atasnya
Ironi setiap kali kita merasa terabaikan
Padahal tidak, ada yang setia menemani disisi
Jika teman hanya tempat berkawan, berkisah, barbagi tawa suka duka
biasa
Maka ada yang diam-diam menyaksikan, memapah dan menjadi
sandaran setiap peristiwa
Jika wajahmu saja kau rawat sedemikian rupa
Mengapa tak kau jaga, kau rawat Dia yang memberikanmu wajah
?
Sudahkah kita melalui pengorbanan teramat payah ?
Hingga kau tak sanggup lagi berjalan
Menanggalkan segala yang kau punya, hingga tersisa baju
dibadan ?
Atau sudahkah kita melakukan pengorbanan, hingga lutut
bergetar dan kaki bengkak tak kuat menahan ?
Atau sudahkah kita melakukan berkorban hingga semua orang
meludahi, bahkan menghujam kita dengan besi, panah dan peluru ?
Ataukah kamu sudah berjuang
Hingga darah dan nanah menjadi saksi sejarah ?
Gemerlap semesta terkadang hadir memang mebuat kita nyaman
hingga pulas keperaduan
Padahal kau tahu, tak ada peraduan yang nikmat selain dari
tempat disisiNya kelak
Layaknya mama yang sejak kecil meninabobokan kau hingga
pulas dipangkuannya
Kau sering mengagumi suara dari alat pengecap yang kau punya
Menjadikannya alat bagimu membagi suka dan bahagia pada
sesama
Tapi hati-hati, karena bangga bisa membuat masnusia lupa
Dan mungkin Ia tak butuh itu
Karena kau menjadi tak ingat pada perkataanNya
Menjauhi, mengabaikan, hingga titik melupakan
Sungguh, jika kau memiliki seorang Ibu, namun Ibumulebih
memilih anak lain daripadamu karena tak pernah menuruti kata-katanya, apa yang
akan kau lakukan?
Padahal kau tahu, kau tak bisa berbuat apa-apa tanpa Ibu
disisimu
Seperti itulah mungkin, perasaan Dia yang lagi-lagi telah
mencipta segala kebaikan
Menyebrangi masa, melewati pintu dari hari ke hari
Labuhan cinta kini sudah mengakar jadi
Hmm.. hati hati
Jika kau salah menurunkan jangkar
Jangan dulu merapat dan menelusuri
Pantaulah dulu lewat lensa hidupmu
Jika kau ambil, apakah bisa membuat hidupmu menjadi was was
pada semesta atau justru kau nikmat dengannya
Kalau lupa, aku khawatir.. kau tak punya cukup bahan bakar
untuk kembali
Sedangkan aku, takut tak sanggup lensaku menangkapmu
Jika kau mulai jatuh, maka bicaralah pada hati
Jatuhlah hingga kau merasa butuh
Jatuhlah yang jangan sampai membuatmu jauh
Karena jika ku berbisik saja pada hatimu
Kau akan terkejut, karena ada yang berbicara disana
Memberikan jawaban dan membuatmu heran hingga lega
Ialah nurani, yang berbicara tentang kisah bahwa dirimu
seorang Hamba
Depok, 24 Nov 2015
`Hilyah Nafisah