DILEMA AMATIR

By Unknown - January 14, 2015




Ketika tingkatan seseorang hanya dinilai dengan kesibukan
Tak akan ada yang menjadi pemerhati mereka yang kurang dalam ilmu dan pemahaman
Ketika tingkatan seseorang hanya dinilai dengan angka
Akan menjadi bumerang batin dan mengabaikan kewajiban sesungguhnya
Ketika tingkatan seseorang hanya dinilai lewat ibadah
Takkan ada profesor, doktor dan macamnya disemesta ini

Menghirup kembali aroma segar embun dipagi hari
Menatap kembali hamparan lagit putih, biru, kelabu bertintakan awan gembul seperti kapas
Menapaki lagi jalan-jalan bekas para pengayuh ilmu
Meraba lagi bait-bait eja kata yang berserakan dalam jendela dunia

Keindahan yang terpancar dalam derai nafas berkeringat lelah
Beresonansinya nada-nada ahsan dari bibir para pejuang
Berkontraksinya saraf dan otot dari sebuah rasa tentang kepedulian
Bukan lagi masa belajar teologi
Tapi, bagaimana saat ini cerdas berjual beli dengan Tuhan

24 jam, kanvas putih yang tersedia untuk dilumuri
Ditaburi dengan senyuman dan manfaat pada setiap insan
Keterbatasannya membuat diri menyadari bahwa kita amat lemah
Anggapan banyaknya peluang, menjadikan keterlenaan berlebih akan ruang

Lagi-lagi amanah
Yang menyita banyak waktu untuk hal-hal lainnya
Karena amanah, banyak pundak-pundak yang semakin tegar
Karena amanah, banyak kedewasaan lahir setelahnya
Tapi, karena amanah
Banyak dari mereka yang berdalih untuk tidak mengerjakan yang lainnya
Mereka bilang “maaf, aku sibuk”
 “maaf, ga sempet”
“aduh, bingung bagi waktunya. Udah buat yang ini soalnya”

Jika mau menoleh ke lainnya
Kewajiban mengejar angka pun tak boleh tertinggal
Bukanlah alasan karena amanah, tak bisa mengejar
Bukankah ini bersangkutan dengan amanah pula?
Amanah dari dua pasang sayap yang senantiasa menunggu
Menunggu keberhasilan kita
Menunggu kesuksesan kita
Menunggu melihat kita tumbuh dan menjelma menjadi “seseorang”

Tak jarang lisanpun berucap “maaf nih kecapean, jadi kelewat tahajud sama subuhnya”
Coba berkaca sekali lagi
Siapa kita? Pantaskah?
Menjadikan kesibukan sebagai alasan
Alasan yang.. klise menurutku
Mungkin dipandang manusia kau hebat, tangguh dan luar biasa
Tapi cukupkah pandangan dari mereka yang ruhnya pun dibilang tak abadi?
Berkacalah lagi
Luapan emosi terdalam ketika iman sedang menjulang
Ketakutan yang teramat takut jika kita diabaikan
Bukan oleh manusia
Tapi oleh Tuhan yang mencipta
Yang menjadikan kita kuat dan berdaya

Melihat kearah nun jauh disana
Banyak pribadi mandiri yang berhasil terlepas dari dilema
Bukan karena mereka hebat
Justru karena mereka lemah dan tak berdaya
Saat malam sedang syahdunya meninabobokan
Mereka bangun dan mengapelkan dirinya dihadapan Tuhan
Mengadukan ketakberdayaan mereka
Dan menjadikan jidat dan  lututnya, modal keteguhan mereka

Sudah,
Manakala kerisauan melanda akan terabaikannya sebuah kewajiban
Berdo’alah
Untuk dipandaikan dalam mengatur
Untuk ditegaskan dalam  prioritas
Untuk dikuatkan dalam memikul
Untuk dimampukan dalam menjalankan
Untuk dicukupkan dalam keperluan
Untuk dilindungi dalam kebinasaan

Saat keseimbangan telah digenggam
Tunggulah kemenangan yang akan kau dapat
Tunggulah perjanjian yang akan dikabulkan
Tunggulah pertemuan yang telah direncanakan

Semoga Allah, senantiasa menempatkan kita
Pada posisi dimana akal sehat kita bisa digunakan
Dan nafsu, dapat dikendalikan

Ya Allah yang hidupku ada dalam genggamannya
Jauhkanlah kami, dari keangkuhan dan kesombongan





Depok, 26 Desember 2014
`Hilyah Nafisah

  • Share:

You Might Also Like

0 comments